Mungkin sering sekali mendengar sebuah konsep ucapan “tak kenal maka tak sayang”, akan tetapi tahu apa tidak sih asal muasal dari konsep ucapan tersebut. Jadi menurut penulis pribadi, konsep ucapan “tak kenal maka tak sayang” muncul dari pemikiran sebuah tokoh psikologi sosial dari Germany, yaitu Erich Fromm. Jadi Erich Fromm pernah menulis sebuah karya buku yang berjudul The Art Of Loving, yang artinya “Seni dalam Mencintai”. Dalam buku tersebut terdapat penjelasan bahwa unsur cinta ada tiga, yang salah satunya adalah knowlegde atau pengetahuan. Dengan penafsiran bahwa, semakin dalam pengetahuan tentangnya, maka semakin dalam pula cinta yang diberikan. Inilah hal menarik yang perlu dibahas bersama-sama. Dalam naluri cinta dan kasih sayang atau yang disebut Gharizatun Nau, yang dimaksud cinta dan kasih sayang bukan hanya kepada lawan jenis (laki-laki kepada perempuan, begitupun sebaliknya). Akan tetapi cinta dan kasih sayang bisa kepada orang tua, sahabat, organisasi, ataupun yang lain. Penulis pribadi pernah menemukan budaya yang melekat dalam sebuah organisasi, yang disitu peran alumni pengurus sangat erat dalam menjalin hubungan komunikasi dan masih setia dalam mendampingi pengurus organisasi selanjutnya atau pengurus yang baru. Bagaimana mungkin, jika dilihat dari kesibukan alumni sudah bermacam-macam, pun kebanyakan sudah sibuk dalam dunia kerja dan lingkungan sosial masyarakat. Akan tetapi alumni pengurus organisasi masih siap bersedia menyempatkan waktunya untuk sebuah panggilan organisasi yang pernah mereka ikuti. Disini penulis pernah bertanya langsung kepada alumni pengurus organisasi, setiap pengurus organisasi pasti pernah merasakan keluh kesah selama mereka berproses bersama. Ibaratkan sebuah cuaca ketika sedang panas maupun hujan deras yang tetap mereka terjang, karena sangat cintanya terhadap organisasi yang pernah mereka ikuti. Bahkan selama menjadi mahasiswa, waktu jam perkuliahan bisa jadi tidak teratur, pun tidak lupa pernah begadang sampai tidak tidur untuk melembur persiapan acara. Disitulah rasa yang paling berkesan, narasi perjuangan untuk membesarkan nama sebuah organisasi masih membekas. Begitupun dengan pribadi alumni pengurus organisasi, yang secara tidak sadar ikut bangga karena bisa sampai detik yang dibanggakan, karena sudah memiliki pengalaman dalam berpikir kritis, menjadi kreatif, dan berani menghadapi tantangan dari proses organisasi yang pernah dilalui. Melihat budaya organisasi seperti itu ternyata banyak sekali kelebihan yang perlu diketahui sebagai mahasiswa organisatoris. Salah satunya adalah distribusi sebuah ide dan gagasan dari alumni pengurus organisasi. Alumni bisa saja dimintai untuk sharing pengalaman selama mereka berkecimpung dalam dunia organisasi. Disitulah yang nantinya akan memperluas dan mempertajam sebuah karya dan inovasi berdasarkan dari evaluasi-evaluasi yang sudah pernah dilalui alumni pengurus organisasi. Tidak lupa relasi pasca sudah tidak menjadi pengurus organisasi juga sangat diperlukan, untuk saling membantu dalam mempersiapkan dunia kerja maupun ranah sosial untuk pemberdayaan masyarakat. Dari sinilah peran seorang pemimpin organisasi sangat diperlukan untuk menegaskan kembali sebuah budaya yang sudah berjalan dengan baik. Pemimpin organisasi harus bisa menyadarkan bahwa ketika masuk dalam organisasi bukan hanya soal suksesnya kegiatan atau program kerja. Melainkan perlu membangun nilai-nilai kekeluargaan dan tetap menyambung tali silaturahmi dengan para alumni pengurus organisasi. Ekosistem dalam organisasi seperti inilah yang menjadikan proses organisasi menjadi lebih bermakna. Jika Bung Karno pernah berkata “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya”. Maka sebagai aktivis organisatoris juga perlu menegaskan bahwa, “organisasi yang besar adalah organisasi yang tetap menghargai jasa para alumni pengurusnya”.
Menggali Potensi Desa
Desa memiliki banyak sekali potensi yang masih belum dimanfaatkan atau belum diolah secara baik, terutama pada sektor wisata. Setiap desa memiliki potensi yang kadang masyarakat sekitarnya sendiri belum melihat potensi tersebut. Padahal sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasilan dan mampu memberikan sumbangsih yang sangat baik untuk kemandirian desa. Akhir-akhir ini wisatawan beralih dari wisata konvensional ke wisata yang memiliki rasa peduli terhadap alam dan budaya. Akan tetapi tidak terlepas dari dukungan sosial yang berada di desa, yang digerakkan untuk mendukung potensi wisata pedesaan. Potensi wisata lokal di desa memang akhir-akhir ini sangat diminati oleh wisatawan yang rindu alam terbuka, interaksi dengan lingkungan, dan masyarakat lokal. Desa wisata merupakan pariwisata yang terdiri dari keseluruhan tentang pedesaan, keindahan alam, kearifan lokal, unsur-unsur unik yang secara keseluruhan dapat menarik minat wisatawan. Dari penjelasan tentang desa wisata, dapat dikatakan bahwa pariwisata pedesaan memberikan potensi besar yang dimiliki desa untuk dinikmati oleh masyarakat. Sehingga pengelolaan potensi wisata pedesaan merupakan hal utama untuk menuju desa wisata. Setiap desa memiliki keunikan yang bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi desa. Daya tarik setiap desa dapat terlihat secara langsung atau membutuhkan upaya untuk menggali kembali. Daya tarik wisata bisa berupa potensi alam seperti gunung, telaga, sungai, pantai atau potensi budaya seperti tradisi, adat-istiadat, situs peninggalan sejarah, dan juga potensi buatan manusia. Suatu wilayah wisata pasti memiliki daya tarik yang berbeda satu sama lain. Setiap desa bisa menjadi sebuah tempat wisata jika masyarakat, organisasi, dan pemerintah dapat mengolah potensi yang dimiliki oleh desa. Proses yang panjang juga diperlukan untuk menjadikan konsep desa wisata benar-benar matang. Pemerintah Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur meluncurkan program Seratus Desa Wisata (Sadewa) sebagai salah satu strategi pengungkit perekonomian. Konsep desa wisata diambil dari potensi yang ada di desa masing-masing, mulai dari wisata alam, seni, budaya, hingga cerita lokal desa setempat. Desa wisata ditawarkan kepada wisatawan dalam bentuk paket-paket, menjadi tour dari lokasi satu ke lokasi yang lain, atau kegiatan satu ke kegiatan lainnya. Ketika desa wisata terbentuk, dengan tujuan semua desa yang ada di Trenggalek bisa dikunjungi. Desa Jajar, Gandusari, Trenggalek yang menjadi tempat Kuliah Kerja Nyata Membangun Desa Berkelanjutan tahun Merdeka Belajar Kampus Merdeka Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung termasuk dalam pendampingan proses desa wisata. Kuliah Kerja Nyata Membangun Desa Berkelanjutan memiliki jangka waktu cukup lama yaitu satu semester atau kurang lebih 5 bulan dan beranggotakan 31 orang. Salah satu tujuan ditempatkannya pengabdian di Desa Jajar ini sebagai upaya menunjang terciptanya desa wisata. Ranah gerak dari program kerja KKN sudah selaras dengan Pemerintah Desa yakni berkaitan dengan penggalian potensi lokal dan pengembangan menjadi desa wisata. Konsep desa wisata memerlukan proses yang panjang agar diterima oleh masyarakat, dikarenakan tidak semua masyarakat bisa memahami hal tersebut. Apalagi ditambah belum adanya petunjuk teknis (juknis) terkait desa wisata yang menjadikan sulit untuk memahami bagaimana realisasi dari desa wisata. Menurut penulis sendiri, menggagas konsep desa wisata tidak semata-mata dikaitkan dengan pembangunan terlebih dahulu, akan tetapi bisa diawali dengan menggali dan mengembangkan potensi yang sudah ada. Dengan seiring berjalannya waktu, sembari menunggu pembangunan, konsep dan sumber daya manusia bisa direncanakan dan dimatangkan. Tidak lupa dengan ikhtiar dan semangat bersama-sama agar terciptanya desa wisata. Pemerintah Desa Jajar, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kumbokarnan Mukti, dan kelompok KKN melakukan penggalian potensi desa untuk dijadikan sebuah produk desa wisata. Desa Jajar mempunyai banyak potensi alam, kerajinan, kuliner, dan budaya. Potensi alam yang ada di Desa Jajar seperti sumber mata air, telaga jarum, bumi perkemahan umbulan karang, dan taman Jajar Gumregah. Sedangkan potensi alam yang dimiliki, seperti halnya tanaman bambu, kelapa, ketela, pisang, padi, dan jagung banyak dijumpai di Desa Jajar. Desa Jajar memiliki letak geografis dataran tinggi dan dataran rendah. Dusun Belik yang berada di atas pegunungan dan puncak leter S mempunyai pemandangan bagus dan obyek foto yang sangat menarik. Kerajinan yang ada di Desa Jajar seperti halnya tas anyaman simpai, pengrajin patung kayu, lukisan, kain tenun tradisional, batu akik, pot hias, kaca hias, pande besi, dan anyaman reyeng. Beralih ke sektor kuliner terdapat makanan khas Desa Jajar yaitu cukdeh (pincuk lodeh), kopi jahe emprit, sale pisang, tempe debog, cimplung, dan olahan minuman toga. Desa Jajar mempunyai budaya dan tradisi lokal seperti kesenian tiban, megengan show, salalahuk, dan karawitan campursari larasmaya. Tidak lupa agenda rutin tahunan yang digelar seperti festival Jajar Gumregah, pasar kamardikan, bersih desa, festival ambengan rakyat, gunungan sholawat tumpeng hasil bumi, dan ronda tethek. Sebenarnya masih banyak lagi kerajinan, budaya, tradisi, dan agenda rutin tahunan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Bangunan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Pangestu Desa Jajar sudah berdiri kokoh, dengan adanya stand untuk warung makanan, perkopian, mainan mobil anak, dan kereta anak-anak yang berada dihalaman menjadikan Bumdes ramai pengunjung. Rencana Bumdes tersebut akan dijadikan pusat minimarket desa, yang disitu menampung produk asli masyarakat Desa Jajar. Seperti yang tertuang dalam salah satu misi Kepala Desa Jajar yaitu, Watu Jajar “Wani Tuku Produk Jajar” yang dijadikan stimulus kepada masyarakat agar memilih untuk membeli produk buatan masyarakat desanya sendiri selagi disitu masih ada dan terkecuali di desa belum ada yang berjualan barulah membeli dari luar. Disini penulis menemukan beberapa langkah untuk menggali potensi yang ada di desa. Pertama dengan pemetaan desa, pemetaan dilakukan untuk mengindentifikasi potensi dan masalah yang ada di desa. Untuk mengetahui tempat yang memiliki potensi sebagai destinasi dan permasalahan apa saja yang ada. Setelah menentukan potensi yang dimiliki desa, selanjutnya untuk menjadi desa wisata harus memiliki produk pariwisata atau yang disebut dengan destinasi wisata. Destinasi berkaitan dengan sebuat tempat atau wilayah yang memiliki keunggulan atau ciri khas untuk menarik wisatawan. Ciri khas bisa secara geografis atau budaya seperti pegunungan, telaga, bukit, perayaan adat, budaya lokal, dan lain sebagainya. Mengelola potensi desa untuk dijadikan tempat wisata merupakan hal yang cukup sulit jika seluruh masyarakat tidak ikut mengambil peran dalam pengelolaan. Meskipun memiliki potensi yang sangat baik, tetapi lingkungan masyarakatnya sendiri tidak bisa mendukung, bisa jadi seluruh potensi tersebut tidak memiliki hasil atau bahkan justru diambil oleh kelompok dari luar desa. Prinsip pengembangan menjadi desa wisata adalah salah satu produk wisata alternatif yang dapat memberikan dorongan bagi pembangunan desa yang berkelanjutan, menuju desa mandiri, dan meningkatkan perekonomian masyakat lokal desa.
Desa Berhulu Budaya
Desa Jajar, Gandusari, Trenggalek tergolong masih erat dalam memegang teguh kebudayaan dan tradisi lokal, yang itu merupakan bentuk melestarikan atau nguri-nguri warisan adiluhung dari para leluhur mereka. Desa berhulu budaya merupakan sebutan yang tepat bagi Desa Jajar, tidak lain adalah desa sadar budaya. Dengan hal ini, masyarakat harus sadar jika desa yang mereka tempati mempunyai kekayaan akan budaya dan tradisi yang perlu dilestarikan agar dapat diteruskan sampai anak cucu mereka. “Asor luhuring bangsa iku gumantung marang budayane dewe”, seperti falsafah jawa tersebut yang berarti, baiknya sebuah bangsa itu tergantung terhadap budayanya sendiri. Indonesia memiliki ragam suku, budaya, dan agama yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bukanlah jurang pemisah bagi keragaman, melainkan sebuah warisan adihulung yang menjadi khazanah dalam bingkai persatuan Indonesia. Salah satu budaya yang masih lestari di Desa Jajar adalah Tradisi Tiban, tradisi memanggil hujan dengan cara menggelar pertandingan cambuk. Cambuk yang digunakan terbuat dari beberapa lidi daun aren yang dirangkai menjadi satu atau yang biasa disebut ujung. Tiban biasanya dilaksanakan saat musim kemarau atau ketigo. Folklore yang diyakini masyarakat adalah semakin banyak cambukannya, maka hujan akan semakin deras. Namun, sekarang ini Tiban lebih dipandang sebagai hiburan rakyat dan tidak selalu dilaksanakan saat musim kemarau. Hal menarik yang menjadi perbedaan pagelaran Tiban di Desa Jajar dengan Tiban yang ada di daerah lain adalah alunan pukulan musik gendang. Setiap kali Desa Jajar menyelenggarakan pagelaran Tiban, peserta dari luar desa saling beramai-ramai datang untuk memeriahkan pagelaran Tiban. Selain daripada pagelaran Tiban, Desa Jajar juga mempunyai seni tari Tiban. Tari Tiban ini ditampilkan sebelum pagelaran Tiban yang sesungguhnya akan dimulai. Tari Tiban diperagakan oleh pemuda-pemudi Desa Jajar berjumlah 4-6 orang, dalam tarian Tiban hanyalah sebatas gerakan-gerakan seperti orang bermain Tiban, yang membawa ujung atau lidi aren tetapi tidak sampai dikenakan ke arah tubuh. Jika pagelaran Tiban mengharuskan untuk tidak memakai baju, akan tetapi dalam tarian Tiban ini tetap memakai kostum seperti tarian pada umumnya. Melihat bahwasannya pagelaran Tiban hanya dimainkan oleh seorang laki-laki dan kebanyakan sudah berusia dewasa. Jadi, inovasi adanya tarian Tiban ini merupakan bentuk implementasi latihan dan pengenalan kepada generasi penerus serta sebagai pemantik minat pemuda Desa Jajar agar terus melestarikan pagelaran Tiban. Kemudian ada Megengan Show dan Festival Ambengan Rakyat yang dilaksanakan setiap menjelang bulan suci Ramadhan. Meskipun Megengan secara tradisional masih dilaksanakan pada setiap musholla dan masjid di Desa Jajar, tetapi ada inovasi baru di luar Megengan tradisional, yaitu Megengan Show. Megengan Show sebagaimana Megengan pada umumnya, merupakan sebuah peringatan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Tidak lain adalah sebagai bentuk kegembiraan dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh An Nasa’i yang berbunyi, “Barang siapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, maka Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka”. Namun yang membedakan dari Megengan Show adalah serangkaian bentuk kegiatan yang dilakukan. Jika Megengan biasa dilakukan di rumah-rumah atau tempat ibadah dalam bentuk kenduren, Megengan Show dilakukan ditempat terbuka dengan menampilkan pagelaran seni dan budaya. Seperti halnya pagelaran wayang kulit, campursari, puisi teatrikal, tari sufi, tari kontemporer, selawat hadrah, dan selawat modern serta dialog kebudayaan. Sehingga bisa dikatakan bahwa Megengan Show merupakan akulturasi antara nilai-nilai Islam dan Jawa. Megengan Show ini pernah memperoleh penghargaan juara II atas kategori budaya inovasi Kabupaten Trenggalek pada tahun 2019. Pada saat Megengan Show dilaksanakan, banyak sekali pengunjung dari luar desa berdatangan dengan bertujuan untuk menyaksikan dan berjualan disekitaran lokasi acara. Tidak lupa Festival Ambengan Rakyat menjadi serangkaian acara yang menarik dalam Megengan Show. Ambengan disini merupakan nasi yang ditempatkan dalam tampah, baskom, atau nampan yang sudah disertai lauk pauk yang lengkap. Dalam acara Festival Ambengan Rakyat seluruh masyarakat membawa nasi putih ataupun nasi kuning yang diberi cenggereng atau parutan kelapa serta terdapat lauk seperti irisan telur, tempe, dan kacang. Namun uniknya, yang menjadi wadah nasi terbuat dari debog atau batang pisang yang dibentuk menjadi kotak, serta alas dari wadah nasi ambeng menggunakan daun pisang. Nasi ambeng sendiri sudah menjadi tradisi hidangan saat selamatan. Selamatan atau kenduren merupakan salah satu tradisi masyarakat Jawa yang masih melekat hingga sekarang ini. Selain daripada nasi ambeng, arak-arakan nasi tumpeng raksasa yang digotong bersama-sama menjadi permbukaan saat acara Festival Ambengan Rakyat. Prosesi arak-arakan dimulai dari jalan raya sampai di depan panggung acara, serta belakangnya diikuti oleh masyarakat yang berbondong-bondong membawa nasi ambeng. Alunan musik dari selawat hadrah menyertai saat prosesi arak-arakan ini. Setelah prosesi arak-arakan selesai, seluruh masyarakat duduk bersama di sekitar panggung acara. Tahlil dan doa bersama dimulai sebagai awal pembukaan acara Megengan Show, nasi ambeng sudah bisa dipurak atau dimakan bersama-sama. Tidak lupa prosesi pemotongan nasi tumpeng di atas panggung sebagai simbolis acara. Nasi tumpeng tersebut berisikan lauk pauk yang sudah lengkap dan sayuran dari hasil bumi. Selanjutnya ada Tradisi Jamasan atau mandi jamas. Jamasan merupakan ritual mandi sebelum memasuki bulan suci Ramadhan yang ada di Desa Jajar. Tradisi Jamasan mirip dengan tradisi padusan di beberapa daerah. Tujuannya adalah untuk membersihkan jasmani dan rohani dalam memasuki bulan suci Ramadhan. Karena pada dasarnya, manusia tidak luput dari dosa dan kesalahan. Maka dari itu, diperlukan sebuah laku menjamas diri. Sebagaimana pusaka, jika manusia tidak jamas, akan hilang sisi keramatnya. Salah satu lokasi untuk prosesi Jamasan ini berada di Jeding Wonotirto, tempat pemandian yang dianggap sudah tua. Saat prosesi keramas bukan menggunakan shampo yang seperti pada umumnya, akan tetapi menggunakan merang ketan ireng atau abu ketan hitam . Folklore yang diyakini dari merang ketan ireng ini diartikan sebagai unsur yang menjadi ejewantah penolak bala dari keyakinan para leluhur. Kemudian di Desa Jajar juga terdapat selawat ikonik pada saat bulan Ramadhan, yaitu salalahuk. Salalahuk biasanya dikumandangkan setelah salat terawih dengan diiringi pukulan bedug. Salalahuk secara bahasa merupakan kata serapan dari bahasa Arab, “shallallahu” yang kemudian dilafalkan oleh orang Jawa menjadi salalahuk. Isi dari selawat ini juga tentang ajaran agama berbalut lagu berbahas Arab dan Jawa. Salalahuk juga terselipkan pujian kepada Nabi Muhammad SAW serta doa-doa keselamatan. Tidak ada yang tahu persis sejak kapan salalahuk itu diajarkan. Penulis pernah bertanya kepada para pelantun salalahuk yang sudah berusia sepuh, jawabnya adalah salalahuk sudah ada sejak mereka masih kecil. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa selawat ini merupakan ajaran dari Walisanga. Tentunya, salalahuk merupakan peninggalan berharga dari para pendahulu yang dengan kreatifitasnya mampu merangkai nilai-nilai Islam dalam kemasan lokal, tanpa mengurangi esensi dari nilai yang diajarkan. Kedatangan Walisanga
Berburu Siput di Sawah Desa Jajar
Siput sawah (Pila ampullacea) adalah sejenis siput air tawar yang mudah dijumpai di sawah, parit dan rawa-rawa. Masyarakat pedesaan biasa menyebutnya kol sawah, kol sawah paling banyak dijumpai di area persawahan yang relatif berlumpur dan jernih. Habitat lainnya bisa dijumpai di tempat yang mirip sawah, yang airnya cukup jernih, berlumpur dan tidak berarus. Kalau pada siang hari kol sawah suka bersembunyi ke dasar lumpur sehingga sulit dicari dan dikumpulkan. Ketika menjelang malam hari, barulah kol sawah akan menyebar dan menempel di batang padi atau tumbuhan lainnya. Waktu paling baik untuk mencari kol sawah adalah pagi hari, di mana saat pagi hari kol sawah masih berada di permukaan air dan menempel pada batang-batang padi. Saat musim menanam padi kol sawah mudah ditemukan, karena kol sawah gemar menyantap tanaman padi muda. Namun, ada cara lain untuk menangkap kol sawah yang efektif dan efisien, yaitu dengan perangkap daun pepaya. Taruhlah daun pepaya tersebut pada waktu malam hari di pinggiran sawah atau sungai, besok paginya daun tersebut akan dipenuhi oleh gerombolan kol sawah. Dari berbagai jenis siput yang paling bagus adalah kol sawah, karena mampu bertahan hidup tanpa makan sampai dua bulan lebih. Ciri-ciri kol sawah yang bagus adalah memiliki daging berwarna putih, cangkang berwarna cokelat kehitaman, cangkangnya tebal, telurnya berwarna putih, dan memiliki tutup cangkang yang keras. Kol sawah biasa dikonsumsi oleh masyarakat sebagai pengganti protein hewani dari daging. Bahkan sebagian masyarakat percaya bahwa kol sawah memiliki khasiat tersendiri, seperti kandungan gizi dan protein yang tinggi, menurunkan kolesterol, mengatasi diabetes dan ambeien serta masih banyak memiliki manfaat yang lain. Meskipun murah, manfaat kol sawah tidak perlu diragukan lagi. Tapi, jika salah dalam mengolah kol sawah bisa-bisa justru menjadi racun untuk tubuh. Saat ingin memakannya harus memperhatikan cara mengolahnya, meskipun pengolahannya gampang dibuat, jika salah pengolahan kol sawah bisa membawa bahaya. Kenapa? Ternyata kol sawah terbiasa kotor dan penuh lumpur sehingga rawan membawa parasit dan cacing. Kol sawah juga membawa sisa pestisida di tubuhnya sehingga membuatnya beracun. Tapi jangan khawatir! Kol sawah masih bisa dikonsumsi, cara mengolah kol sawah agar dipastikan aman untuk dikonsumsi adalah dengan mencuci bersih kol sawah. Pertama, merendam kol sawah di air bersih selama dua jam, lalu menyikat cangkang sampai bersih dari lumpur dan lumut. Kedua, merebus kol sawah dengan air bersih mendidih selama 30 menit atau lebih dengan ditambahkan sedikit garam agar cacing dan bakterinya mati. Setelah dua tahap pengolahan dasar tadi sudah dilakukan, kol sawah sudah aman untuk dikonsumsi. Selanjutnya, kol sawah bisa diolah sesuai keinginan, bisa diolah dengan bumbu rica-rica atau merebusnya dengan kuah kuning. Saat ini olahan kol sawah sedang dikembangkan karena potensinya yang besar dilihat dari harganya yang ekonomis dan kandungan nutrisinya. Jika diolah dengan benar, bisa beralih untuk mendapat protein hewani dari kol sawah yang tentunya lebih hemat dari daging ayam maupun sapi. Kalau sudah ketemu siput sawah, tinggal diambil, tidak perlu dipukul dan masukkan saja ke dalam ember, plastik atau wadah apa saja asalkan jangan dimasukkan dalam saku celana. Mudah banget kan? Jangan khawatir kawan, siput sawah tidak akan lari! Iya memang siput tidak bisa lari, cuma dicerita dongeng si kancil dan siput lomba lari bisa juara, padahal yang didepan itu siput yang lain. Sekian dan terima kasih.
Transfigurasi Kader PMII yang Produktif dalam Menjawab Tantangan Zaman
Terlihat sekarang ini pandemi sudah mulai mereda dan kegiatan luar ruangan yang melibatkan banyak masa sudah diperbolehkan. Kegiatan-kegiatan mahasiswa sudah mulai diselenggarakan secara luring. Akan tetapi bukan berarti kegiatan yang bersifat daring justru menjadikan kendala untuk tetap belajar dan berproses. Apalagi sekarang ini tidak bisa terlepas dari dunia digitalisasi. Arus informasi sedemikian deras mengalir ke berbagai penjuru melalui berbagai sosial media. Perkembangan teknologi begitu cepat, hal itulah yang kini dihadapi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan saat ini para calon-calon kader merupakan mahasiswa kelahiran tahun 2000 an ke atas yang mereka tergolong sebagai warga asli dunia digital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia diperkirakan akan mengalami bonus demografi atau tingginya jumlah penduduk usia produktif pada beberapa tahun kedepan. Hal ini menjadi tantangan bagi sejumlah pihak termasuk organisasi kepemudaan, khususnya kader PMII. Upaya untuk menghadapi tantangan bonus demografi adalah mempersiapkan generasi muda untuk tetap produktif dan selalu menghasilkan karya yang berkontribusi terhadap pembangunan bangsa. Bonus demografi ibarat dua sisi mata uang. Sisi pertama, jika kader PMII dapat produktif, kreatif, dan inovatif maka bonus demografi akan menghasilkan generasi emas yang berkontribusi membangun bangsa. Sebaliknya, jika kader PMII tidak dapat memanfaatkan teknologi, tidak memiliki karya dan bahkan tidak produktif, maka fenomena bonus demografi akan menjadi bencana demografi. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) harus berupaya memperbaiki sistem kaderisasi dan sumber daya manusia agar menjadi SDM unggul yang siap menghadapi tantangan zaman. Bersama-sama dalam membangun organisasi dan negeri, tidak lupa membangun kapasitas diri agar mampu menghadapi situasi dan kondisi global yang semakin kompetitif. Sekarang ini produktivitas dan profesionalitas yang merupakan kunci menghadapi tantangan global. Kader PMII harus lebih banyak mengikuti dan melakukan mentoring kepada kader-kadernya, untuk tetap produktif dalam situasi dan kondisi apapun, mulai dari membuka pelatihan, webinar-webinar dan diskusi dengan tema-tema yang menarik. Terlepas dari itu, PMII bukan hanya mengakui produktifitas kadernya tanpa pernah mempersiapkan pelatihannya dan kader bisa lebih produktif dibidang masing-masing dengan adanya Lembaga Semi Otonom dan Badan Semi Otonom karena di isi oleh orang-orang yang kompeten dan cerdas. Sebagai kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) diharapkan mampu menghadapi perubahan zaman yang berlangsung cepat dan kompetitif. Untuk bisa survive, sebuah komunitas atau organisasi tidak cukup dengan menggunakan kekuatan massa atau kuantitas anggota saja. Sebagai kader bangsa, kader-kader PMII harus mampu membaca tanda-tanda zaman, mempersiapkan diri untuk mengarungi tantangan yang ada dengan penuh optimis dan percaya diri. Kader PMII harus terus memperkuat skill, menambah wawasan pengetahuan dan kapasitas intelektualnya supaya bisa mampu bersaing dengan kelompok yang lainnya. Kader PMII dapat menghadapi perubahan zaman dan berperan ditengah-tengah perkembangan masyarakat. Maka dari itu, organisasi PMII dapat dijadikan sebagai wadah mengembangkan potensi dan kreatifitas para kadernya. Pemikiran PMII harus dapat berdiaspora ke berbagai macam sektor. Di setiap sektor tersebut mereka akan memperkuat dakwah-dakwah Aswaja dan membumikan Islam Rahmatan Lil Alamin. “Kita harus mempersiapkan generasi muda Islam Indonesia yang memegang teguh Islam Ahlusunnah Wal Jamaah dan di sisi lain mereka adalah intelektual muda, ekonom-ekonom muda, dokter-dokter muda, arsitek-arsitek muda yang professional di bidangnya masing-masing. Mereka bisa berdakwah Aswaja dengan caranya masing-masing dan dijalannya masing-masing. Ini akan menjadi hal yang menarik daripada kita harus berdakwah Aswaja dari satu mimbar ke mimbar yang lain”. Tutur Gus Abe dalam acara Muktamar Pemikiran Dosen PMII dan diskusi yang bertajuk “Gerakan Pemikiran PMII Menuju Indonesia Maju 2045” diselenggarakan di UIN SATU Tulungagung.